Rabu, 24 Desember 2008

Teguh berpegung pada Janji Allah

Teguh berpegang pada Janji Allah

Janji adalah (1) perkataan yang menyatakan kesediaan dan kesanggupan untuk berbuat; atau (2) persetujuan antara dua pihak (Kamus Besar Bahasa Indonesia). Janji Allah bisa berarti pemberitahuan tentang suatu kejadian di masa depan yang akan digenapi-Nya. Apa yang telah difirmankan Allah dengan mulut-Nya, dapat dan akan dilakukan-Nya dengan tangan-Nya. Itulah ciri khas dari Allah menurut Alkitab, sebab firman-Nya tidak akan kembali dengan sia-sia. Janji Allah dapat pula berarti persetujuan yang sungguh-sungguh mengenai hubungan dua pihak, walaupun tidak setaraf, seperti perjanjian Allah dengan Israel. Dalam Alkitab dinyatakan bahwa perjanjian-perjanjian Allah dengan manusia senantiasa mewujudkan kasih karunia-Nya yang dilakukan berdasarkan kedaulatan-Nya (Ensiklopedia Alkitab masa Kini). Perjanjian Lama menyatakan perjanjian anugrah Allah dengan satu bangsa, yaitu Abraham dan keturunan-Nya yang disebut bangsa Israel. Allah membuat perjanjian (karat berit) itu semata-mata karena kasih-Nya pada mereka, dan bukan karena mereka lebih baik dari bangsa lain. Allah berjanji kepada Abraham dan keturunannya bahwa: a. Allah akan menjadi Allah mereka dan mereka akan menjadi umat kepunyaan-Nya; b. Tanah Kanaan akan menjadi tempat kediaman mereka dan mereka akan menjadi bangsa yang besar; dan c. Melalui Abraham dan keturunannya segala bangsa akan diberkati (Kej. 12:3; 15:8, 18; 17:6-8). Perjanjian anugrah Allah dengan Abraham itu diteguhkan kembali dalam perjanjian Sinai (Kel. 6:6; Ul. 29:13). Dengan perantaraan Musa, Allah memberikan hukum-hukum dan peraturan-peraturan kepada bangsa Israel supaya mereka hidup dalam ketaatan dan kekudusan. Hidup taat dan kudus itu adalah wujud tanggapan yang sebenarnya dari pihak umat terhadap kasih karunia Allah yang diungkapkan oleh perjanjian. Anugrah Allah dalam Perjanjian Lama ditolak oleh bangsa Israel. Mereka tidak setia kepada Allah dan menyembah kepada berhala. Mereka tidak mentaati peraturan dan ketetapan Allah serta tidak menjadi berkat bagi sesama, melainkan menjadi batu sandungan di mana-mana. Mereka lupa bahwa kedudukan mereka itu hanyalah kerena kasih Allah, dan menyalah-gunakan perintah Allah untuk memaksa-Nya memberkati mereka. Bangsa Israel tidak memegang teguh perjanjian anugrah Allah dan tidak melaksanakan segala sesuatu yang diperintahkan-Nya. Oleh karena itu diperlukan perjanjian yang baru. Hal ini telah dinyatakan Allah melalui nabi Yeremia sekitar enam ratus tahun sebelum kelahiran Yesus (Yer. 31:31-34). Perjanjian Baru menyatakan perjanjian anugrah Allah di dalam Yesus Kristus. Ia adalah Allah yang berinkarnasi menjadi manusia. Ia lahir di Israel sebagai orang Yahudi. Ia menyatakan Allah dan kasih-Nya secara sempurna kepada manusia. Melalui pengorbanan-Nya di atas kayu salib dan pencurahan darah-Nya Ia mengadakan suatu perjanjian yang baru bagi umat manusia. Apakah yang merupakan perjanjian baru itu? R.J. Porter MA dalam Katekisasi Masa Kini memberikan penjelasan yang sangat gamblang tentang apa yang merupakan perjanjian baru itu, yaitu: 1. Allah memberikan perjanjian-Nya kepada manusia dari setiap bangsa yang percaya kepada Yesus Kristus sebagai Juruselamat. Allah memanggil manusia untuk mengenal-Nya dengan dipersatukan oleh iman dalam Yesus Kristus yang mati di kayu salib dan telah bangkit kembali. 2. Allah berjanji kepada mereka bahwa: (a) Ia akan menjadi Allah mereka dan mereka akan menjadi umat-Nya selama-lamanya; (b) Dosa mereka diampuni dan hidup kekal dianugerahkan kepada mereka; (c) mereka dijadikan anak-anak Allah dan pewaris-pewaris-Nya. 3. Allah mengutus Roh-Nya untuk mendiami setiap orang yang percaya kepada Yesus Kristus, sehingga hidupnya menyatakan bahwa orang itu mengenal Allah dan telah memperoleh hidup dari pada-Nya.Roh Kudus yang mendiami setiap orang percaya menolongnya untuk mengerti kebenaran dan hidup di dalam kebenaran (Yoh. 14:16-17; 15:26-27). Roh Kudus juga memberikan kepadanya kuasa untuk menjadi saksi Kristus (Kis. 1:8). Hendaknya kita sebagai umat Allah mampu memiliki iman yang teguh untuk percaya kepada janji Allah dan merasakannya dalam hidup sehari-hari. Dengan pertolongan Roh Kudus marilah kita meresponi perjanjian anugrah Allah dengan kehidupan yang kudus di hadapan-Nya serta menjadi saksi bagi sesama. Ingatlah, bahwa kita tidak berjalan sendiri, tetapi Tuhan beserta kita. Ia telah berjanji, ”Aku menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman” (Mat. 28:20b).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar